Prinsip Pengajaran Nilai dalam Pendidikan Ilmu Sosial



BAB  I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Sejak bayi, manusia sudah dihadapkan dengan hubungan sosial, namun demikian bayi masih memiliki banyak kekurangan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Seiring dengan bertambahnya usia, manusia dituntut untuk bisa berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya.
Di masyarakat berkembang berbagai nilai dan norma. Sebagai bagian dari masyarakat, manusia membutuhkan pengajaran nilai dan norma agar dapat hidup tentram dan damai di masyarakat. Pengajaran nilai ini sangat penting untuk manusia agar tidak berperilaku tercela seperti kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini marak terjadi seperti kekerasan, pergaulan bebas, dan hilangnya sopan santun terhadap orang yang lebih tua.

Pengajaran nilai membutuhkan waktu yang lama agar dapat menjadi pedoman hidup, mengakar pada diri manusia dan dapat dijadikan sebagai tameng dalam menghadapi zaman yang semakin kacau dan manusia yang berperilaku menjurus pada kerusakan. Karena itu pengajaran nilai dimulai sejak usia dini.
Pengajaran nilai dikembangkan mulai dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan awal. Orang tua sebagai pendidik mengajarkan berbagai macam nilai dan norma baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain orang tua, masyarakat sebagai lingkungan kedua setelah keluarga juga sebagai media dalam mengajarkan nilai kepada anak. Sekolahpun juga memiliki andil dalam mengajarkan nilai ini, namun tak terbatas pada ilmu agama dan ilmu penididkan kewarganegaraan, ilmu sosial juga memiliki bagian dalam mengajarkan nilai dan norma untuk anak.


B.     Rumusan Masalah
1.        Apakah yang dimaksud dengan nilai?
2.        Apa saja sumber nilai sosial yang dianut oleh masyarakat?
3.        Bagaimana klasifikasi nilai sosial dalam masyarakat ?
4.        Apa saja fungsi nilai sosial?
5.        Apakah yang dimaksud dengan norma?
6.        Bagaimana klasifikasi norma dalam masyarakat?
7.        Bagaimana pengajaran nilai dalam pendidikan ilmu sosial?

C.     Tujuan
1.        Mengetahui apa dimaksud dengan Nilai.
2.        Mengetahui apa saja sumber Nilai Sosial yang dianut oleh masyarakat.
3.        Dapat mengklasifikasikan Nilai Sosial dalam masyarakat.
4.        Mengethui fungsi Nilai Sosial.
5.        Mengetahui apa yang dimaksud dengan Norma.
6.        Mengetahui klasifikasi Norma dalam masyarakat.
7.        Dapat mengetahui pengajaran nilai dalam pendidikan ilmu sosial.














BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Nilai
Nilai merupakan konsep pemikiran manusia tentang sesuatu yang dianggapnya baik serta sesuatu yang dianggap buruk, yang terbentuk dari apa saja yang benar, pantas dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan. Ada beberapa konsep pengertian nilai yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:
1.    George Spindler
            Ahli sosiologi ini mendefinisikan nilai sosial sebagai Core Values of a Culture merupakan pola-pola sikap dan tindakan yang menjadi acuan bagi individu dan masyarakat dalam menjalin hubungan dilingkungannya.
2.    Charles F Andrain
            Menurut beliau, nilai sosial adalah konsep-konsep yang sangat umum mengenai sesuatu yang ingin dicapai oleh individu dan masyarakat. Pencapaian-pencapaian yang dimaksud diperoleh dengan menentukan serta memberikan arah tindakan-tindakan mana yang akan diambil.
3.    Koentjaraningrat
            Hampir sama dengan pengertian para ahli diatas Koentjaraningrat berpendapat bahwa nilai sosial adalah konsepi-konsepi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup.
4.    D. Hendropuspito
            Nilai sosial merupakan segala sesuatu yang mendapatkan penghargaan dari masyarakat karena terbukti mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan hidup bersama.
5.    Kimball Young
            Beliau berpendapat bahwa nilai sosial yaitu petunjuk-petunjuk umum (petuha-petuah masa lamapau) yang telah dianut atau dilaksanakan oleh masyarakat yang berlangsung sejak lama, yang bertujuan mengarahkan tingkah laku dan kepuasan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
6.    AWG. Green
            Nilai sosial adalah kesadaran yang dimiliki oleh manusia dalam keberlangsungan kehidupannya yang relatif, yang dalam proses tersebut terjadi emosi terhadap objek yang dituju.
            Suatu nilai sosial harus memiliki tolok ukur. Tolok ukur nilai sosial merupakan perspektif masyarakat terhadap suatu nilai dan kesungguhan penghargaan, penerimaan serta pengakuan masyarakat itu sendiri terhadap nilai sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat. Sehingga nilai-nilai sosial yang berkembang cukup lama bisa saja berubah seketika karena pengaruh modernisasi tersebut.
            Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar tolok ukur nilai menjadi bersifat tetap, yaitu:
a)         Tolok ukur harus mendapatkan penerimaan yang sungguh-sungguh oleh masyarakat. Penerimaan ini harus datang dari dalam diri masyarakat itu sendiri, tanpa paksaan. Penerimaan itu harus mewakili sebagian besar dari masyarakat yang ada.
b)        Penghargaan memiliki peran sebagai tolok ukur nilai sosial yang harus diberikan dan disetujui oleh sebagian besar anggota masyarakat. Jadi penghargaan diberikan bukan atas keinginan atau penilaian individu semata. Hal ini betul-betul harus mewakili mayoritas masyarakat yang ada.

B.     Sumber Nilai Sosial
`Sumber nilai sosial yang dianut dan dijalankan oleh masyarakat, dimanapun  ia berada merupakan acuan untuk bersikap maupun bertindak. Acuan ini merupakan sebuah konsep, yang memiliki sifat umum yang hidup dan berkembang dalam alam pikiran manusia. Namun pada hakikatnya, nilai sosial tersebut merupakan  manifestasi hasil dari proses produksi atau perumusan dari tiga sumber yang menjadi sumber nilai sosial di masyarakat.
Ketiga sumber inilah yang memberikan pemahamannya kepada masyarakat bagaimana cara bertindak , berkomunikasi, serta hidup berdampingan dengan sesama. Acuan ini merupakan  bentuk tegas dari upaya manusia untuk mencapai apa yang disebut sebagai hhidup teratur dan berbudaya. Ketiga sumber nilai sosial  tersebut yaitu:
1.      Bersumber dari Tuhan
Lewat ajaran yang disampaikan oleh Tuhan melalui agama, manusia mampu menggali nilai yang terkandung dalam kitab atau petunjuk Tuhan. Nilai ini merupakan wujud dari tujuan beragama, bahwa setiap agama mengajarkan atau memberikan pedoman bagaimana seharusnya manusia bersikap atau bertindak. Setiap nilai-nilai yang terkandung dalam agama, diyakini merupakan nilai sosial yang bisa memberikan arah ke kehidupan manusia yang baik. Nilai sosial yang bersumber dari Tuhan oleh para ahli sering disebut dengan nilai Theonom.
Nilai Theonom sering dijumpai pelaksanaanya pada daerah-daerah berbasis agama yang kuat, yang menjalankan sistem pemerintahannya berdasar pada kitab suci agama yang mereka anut. Contohnya seperti negara Kerajaan Saudi Arabia, negara islam ini menggunakan isi kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman nilai-nilai sosial, baik itu dalam rangka menjalankan pemerintahan maupun sebagai acuan warga negaranya dalam bersikap dan bertindak.
Nilai Theonom diyakini merupakan sumber nilai sosial yang paling kuat, yang dimiliki oleh manusia yang percaya kepada agama, dan nilai bertahan dalam waktu yang lama dan tidak gampang goyah oleh sesuatu bisa merusak tatanan nilai yang bersumber dari Tuhan.
2.      Bersumber dari Individu
Nilai sosial ini merupakan wujud dari nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang tertentu, yang selama hidupnya telah membuktikan diri bahwa dengan bertindak sesuai dengan pedoman-pedoman yang berlaku, maka akan mampu membawa manusia pada tatanan kehidupan yang lebih maju. Rumusan mengenai suatu nilai yang dicetuskan oleh orang-orang tertentu ini, menjadi suatu nilai yang dipakai oelh masyarakat. Nilai yang bersumber dari diri pribadi/individu sering disebut sebagai nilai Otonom.
Nilai Otonom, biasanya banyak dihasilkan oleh para ilmuwan-ilmuwan yang ilmu pengetahuannya telah diakui dan dapat dipercaya sebagai sebuah teori yang bisa dibuktikan. Masa sekarang banyak nilai-nilai Otonom yang kita anut, baik sebagai nilai sosial antar masyarakat maupun nilai-nilai sosial dalam berbangsa dan bernegara.
3.      Bersumber dari Masyarakat
Nilai sosial ini merupakan kesepakatan bersama antar anggota masyarakat. Keinginan untuk hidup dalam sistem keteraturan, meyebabkan setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk membentuk atau paling tidak memberikan ide/saran mengenai sistem kehidupan masyarakat yang bernilai sosial tinggi. Nilai sosial yang bersumber dari kesepakatan bersama anggota masyarakat disebut nilai Heteronom. Nilai Heteronom ini bisa kita jumpai pada sila-sila Pancasila, bahwa Pancasila sendiri merupakan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh pendiri bangsa. Dan didalam Pancasila banyak berisi nilai-nilai sosial yang sampai hari ini masih menjadi acuan atau pedoman bangsa Indonesia.
Nilai sosial yang dianut masyarakat dalam prosesnya memiliki keutamaan sendiri-sendiri. Ia bisa jadi merupakan simbol kekhususan suatu lingkungan masyarakat tertentu yang pada akhirnya juga membentuk kepribadian tertentu dan berbeda dengan lingkungan masyarakat lainnya.
Adapun ciri-ciri yang mendasari tercipta dan terealisasikannya nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakat adalah sebagai berikut :
1.       Bericirikan Kontruksi masayarakat yang Terbangun Melalui Interaksi Sosial
Masyarakat yang terdiri dari manusia-manusia sebagai makhluk sosial akan selalu melakukan kegiatan interaksi satu sama lain. Hubungan interkasi ini menciptakan satu kondisi, yaitu antara satu anggota masyarakat lainnya melahirkan aturan-aturan dalam menjalin hubungan yang baik. Hingga akhirnya terbentuknya nilai sosial dari hubungan yang baik tadi.
2.       Nilai Sosial Ditransformasikan Melalui proses Belajar
Nilai sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dilaksanakan melalui proses belajar terus menerus. Pengertian ini juga merujuk pada kenyataan bahwa nilai sosial yang dianut oleh masyarakat akan terus mengalami perbaikan-perbaikan untuk menemukan satu bentuknya yang paling sesuai dengan kondisi zaman.
3.       Berupa Ukuran atau Peraturan Sosial yang Turut memnuhi Kebutuhan Sosial
Nilai sosial dibentuk bukan untuk membatasi ruang gerak sesorang. Nilai ini dibentuk agar ada keteraturan dari setiap tindakan manusia. Setiap tindakan manusia akan memberikan efek pada hubungan sosialnya dengan sesama, menghasilkan nilai, seklaigus menjadi tuntunanya dalam melakukan hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitarnya dalam memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial.
4.        Setiap kelompok Memiliki Perbedaan-perbedaan Nilai Sosial
Ditemukan adanya perbedaan-perbedaan dalam menjalankan fungsi nilai sosial dalam setiap kelompok masyarakat. Perbedaan tersebut bisa jadi disebabkan oleh pengaruh-pengaruh tokoh-tokoh masyarakat, faktor sejarah maupun agama, namun tetap pada satu tujuan yaitu membentuk masyarakat yang bernilai sosial tinggi.
5.        Memiliki Efek yang Berbeda-beda Terhadap tindakan Manusia
Setiap tindakan manusia akan memberikan dampak terhadap kehidupan yang sedang dijalaninya. Dan karena setiap kelompok memiliki perbedaan nilai sosialnya masing, maka dampak dari nilai sosial tersebut juga berbeda-beda.
6.        Dapat Mempengaruhi Kepribadian Individu Sebagai Anggota Masyarakat
Nilai sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat pada akhirnya akan mempengaruhi setiap kelas individu masyarakat.

C.  Klasifikasi Nilai Sosial
Ada beberapa ahli yang berkeyakinan bahwa nilai-nilai sosial terbagi dalam beberapa klasifikasi. Mereka membagi nilai-nilai sosial menurut pandangannya masing-masing.
Menurut Notonagoro (Darmodiharjo, 1979 : 55-56) nilai terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan.
3.      Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian ini dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a.    Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, cipta)
b.    Nilai keindahan, (yang bersumber pada unsur-unsur rasa manusia, estetis. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia (karsa, etik).
c.    Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada keyakinan manusia.
Max Scheller, beliau membagi nilai sosial berdasarkan nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai kehidupan,nilai-nilai kejiwaan, serta nilai-nilai kerohanian. Semua nilai ini ia susun secara hierarkis. Nilai kenikmatan merupakan tingkatan nilai sosial seseorang. Pada tingkatan ini seseorang akan merasakan kesenangan atau kenikmatan yang timbul dari hal-hal yang menyenangkan.
Nilai kehidupan adalah tingkatan nilai sosial seseorang. Ia memperoleh hal-hal penting dalam hidupnya. Baik itu berupa kesehatan pribadinya maupun pergaulan yang ia bisa bangun di lingkungannya sehingga ia merasa tentram dan damai. Nilai kejiwaan adalah tingkatan nilai sosial seseorang. Nilai ini tumbuh dalam diri pribadi seseorang. Nilai ini ditandai dengan tingkah laku serta budi pekerti luhur. Sesorang pada tingkatan nilai yang seperti ini telah mencapai nilai sosial yang tinggi, sehingga penilaian terhadap dirinya bukan lagi yang tampak seperti jasmani, tapi telah masuk dalam sistem ragawi. Segala tindakannya merupakan inti dari kepribadian sosialnya yang tinggi yang berasal dari hati yang suci dan tulus.
Nilai kerohanian adalah tingkatan nilai sosial sesorang. Ia telah sampai pada tahapan nilai paling tinggi, paling suci dari nilai yang suci, dan bisa dikatakan bahwa pada tingkatan ini seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengabdi kepada Tuhan.
          Secara universal, J.R Sutarjo Adisusilo, berpendapat bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia dibagi menjadi nilai ketuhanan, nilai moral, nilai kasih sayang yang merupakan kebutuhan yang ingin didapat oleh manusia dalam memperoleh maupun memberikan kasih sayang, nilai keindahan, atau estetika, serta nilai keteraturan dan keharmonisan hidup.
Berdasarkan hakikat manusia, nilai menurut Clyde Cluckhohn terdiri atas nilai mengenai hakikat hidup manusia yang terdiri dari segala anggapan manusia akan kehidupan itu sendiri, kehidupan yang baik maupun kehidupan yang baru, dan dalam proses usaha manusia menjadikan hidupnya lebih bernilai; nilai mengenai hakikat karya manusia yang memuat segala aspek ciptaan yang mampu dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan dan untuk mencapai kedudukan dan kehormatannya; nilai mengenai hakikat hubungan manusia dengan sesama; nilai mengenai hubungan manusia dengan alam sebagai sebuah proses menuju kehidupan yang selaras dengan alam; serta nilai mengenai hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu sebagai bagian dari pandangan tentang masa lalu dan masa depan.
Ada satu hal yang penting untuk kita ketahui bersama bahwasannya berlakunya nilai sosial itu bergantung waktu dan tempat. Nilai waktu dulu berbeda dengan nilai waktu sekarang. Antara tempat yang satu dengan tempat yang lain juga dapat berbeda.

D.   Fungsi Nilai Sosial
Secara garis besar, kita tahu bahwa nilai sosial mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai petunjuk arah dan pemersatu, benteng perlindungan, dan pendorong.

1.      Petunjuk Arah dan Pemersatu
Apakah maksud nilai sebagai petunjuk arah? Cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat umumnya diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Pendatang baru pun secara moral diwajibkan mempelajari aturan-aturan sosiobudaya masyarakat yang didatangi, mana yang dijunjung tinggi dan mana yang tercela. Dengan demikian, dia dapat menyesuaikan diri dengan norma, pola pikir, dan tingkah laku yang diinginkan, serta menjauhi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat.
Nilai sosial juga berfungsi sebagai pemersatu yang dapat mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu. Dengan kata lain, nilai sosial menciptakan dan meningkatkan solidaritas antarmanusia. Contohnya nilai ekonomi mendorong manusia mendirikan perusahaanperusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.

2.      Benteng Perlindungan
Nilai sosial merupakan tempat perlindungan bagi penganutnya. Daya perlindungannya begitu besar, sehingga para penganutnya bersedia berjuang mati-matian untuk mempertahankan nilai-nilai itu. Misalnya perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan nilai-nilai Pancasila dari nilainilai budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya kita, seperti budaya minum-minuman keras, diskotik, penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain. Nilai-nilai Pancasila seperti sopan santun, kerja sama, ketuhanan, saling menghormati dan menghargai merupakan benteng perlindungan bagi seluruh warga negara Indonesia dari pengaruh budaya asing yang merugikan.

3.      Pendorong
Nilai juga berfungsi sebagai alat pendorong (motivator) dan sekaligus menuntun manusia untuk berbuat baik. Karena ada nilai sosial yang luhur, muncullah harapan baik dalam diri manusia. Berkat adanya nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dan dijadikan sebagai cita-cita manusia yang berbudi luhur dan bangsa yang beradab itulah manusia menjadi manusia yang sungguh-sungguh beradab. Contohnya nilai keadilan, nilai kedisiplinan, nilai kejujuran, dan sebagainya.

Di samping fungsi nilai-nilai sosial yang telah kita bahas di atas, nilai sosial juga memiliki fungsi yang lain, yaitu sebagai berikut.
a. Dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk menetapkan harta sosial dari suatu kelompok.
b. Dapat mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku.
c. Penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi perananperanan sosialnya.
d. Alat solidaritas di kalangan anggota kelompok atau masyarakat.
e. Alat pengawas perilaku manusia.

E.   Norma
Norma merupakan pedoman berperilaku dalam masyarakat. Petunjuk hidup ini merupakan perintah maupun larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap perilkau manusia di dlam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Norma sosial yang sering kita temui di lingkungan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Secara umum ketentuan-ketentuan yang memuat norma dalam suatu masyarakat kebanyakan tidak tertulis, dan disampaikan secara lisan, turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
2.      Secara umum ketentuan-ketentuan yang memuat norma dalam suatu masyarakat kebanyakan tidak tertulis, dan disampaikan secara lisan, turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
3.      Norma sosial lahir dari kesepakatan bersama antar anggota masyarakat
4.      Segala sesuatu yang dihasilkan atas kesepakatan bersama menjadi norma yang ditaati oleh siapapun anggota masyarakat
5.      Norma sosial yang dijalankan memuat sanksi-sanksi berupa hukuman yang dijatuhkan kepada penggerak norma.
6.      Norma sosial merupakan produk yang memuat ketentuan-ketentuan yang sewaktu-waktu bisa diubah.



F.   Klasifikasi Norma Sosial
Pada prinsipnya norma-norma yang berlaku dalam kehidupan  manusia, berperan penting untuk memberi batasan yang berupa perintah atau larangan dalam berperilaku, sehingga manusia bisa mengontrol setiap tindakannya, terutama ketika ia berda dalam sebuah lingkungan yang teratur. Norma juga memungkinkan terciptanya solidaritas antaranggota masyarakat, sehingga tercipta hubungan yang saling memerlukan antar sesama. Dan dalam praktiknya memaksa setiap individu masyarakat menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku.
Norma sosial diklasifikasikan dalam beberapa bentuk yaitu:
1.      Berdasarkan Tingkatannya
Norma sosial yang berlaku di tengah-tengah masyarakat dibagi ke dalam 5 bagian, yaitu:
a.       Cara
Cara adalah cara melakukan sesuatu dalam hubungan atau interaksi antar individu dalam masyarakat. Cara merupakan jenis norma yang paling lemah daya ikatnya. Contoh : Cara orang menyatakan kepuasan sesudah makan.
Menurut Soetandyo Wignyosubroto ada dua istilah yaitu:
1.      Pattren of Behaviour, yaitu tingkah laku berpola, karena dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.
2.      Pattern for Behaviour, yaitu aturan-aturan yang mempola tingkah laku, misalnya norma hukum dan agama.
b.      Kebiasaan
Kebiasaan adalah kebiasaan suatu kelompok dalam melakukan suatu hal,   dengan kekuatan sanksi lebih kuat dari kebiasaan. Tindakan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi sebuah pedoman bersama.
Menurut Horton & Hunt ( 1987) ada dua macam Kebiasaan yaitu:
1.      Yang perlu diikuti atau dipatuhi sebagai perilaku yang baik dan sopan
2.      Yang harus dipatuhi karena dianggap penting bagi kesejahteraan masyarakat
Ciri-ciri Kebiasaan:
1.      Tidak tertulis
2.      Tidak diketahui siapa pembuatnya
3.      Tidak diketahui kapan dibuatnya
4.      Sanksi ringan (dicemooh/diejek, dll)
5.      Eksistensinya bisa dibantah
6.      Penghukuman komunal
Contoh dari Kebiasaan:
Mengendarai kendaraan di jalur sebelah kiri jalan, berjabat tangan, meng-gunakan baju batik pada acara resmi, dll.
c.       Tata Kelakuan
Yaitu kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang kemudian melahirkan norma pengatur dan sebagai kontrol atas setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat. Tata kelakuan bersifat memaksa, yang menghendaki manusia bersikap sesuai dengan pedoman yang ada, maupun larangan yang memuat segala sesuatu yang  menginginkan setiap anggota masyarakat menyesuaikan diri dengan norma yang ada.
Norma Tata Kelakuan adalah norma yang dilandasi oleh moral. Oleh karena itu dalam percakapan sehari-hari norma ini lebih dikenal sebagai norma kelakuan. Tata kelakuan tidak dibuat secara tiba-tiba, melainkan tumbuh secara bertahap melalui kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Ciri-ciri Tata kelakuan:
1.      Tidak tertulis
2.      Tidak diketahui siapa pembuatnya
3.      Tidak diketahui kapan dibuatnya
4.      Sanksi relatif lebih berat
5.      Eksistensinya tidak bisa dibantah
6.      Penghukuman komunal
Contoh dari Tata kelakuan :
Tata kelakuan dapat berupa larangan (tabu) di bidang makanan seperti: larangan memakan daging sapi, kuda, babi. Larangan dalam menampilkan diri seperti: mempertontonkan buah dada, tungkai, siku. Ataupun larangan dalam berbahasa seperti; larangan mengucapkan mantra tertentu.
d.      Adat Istiadat
Tata kelakuan yang ada di dalam masyarakat yang telah terintegrasi secara kuat sudah berlangsung lama secara turun-temurun. Adat Istiadat merupakan jenis norma yang memiliki sanksi yang keras bagi pelanggarnya. Berupa penolakan dan pengadilan.
Contoh : Seperti halnya adat sungkeman kepada orang yang lebih tua.
e.       Hukum
Terdiri atas hukum tertulis maupun tidak tertulis yang merupakan konkretisasi dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Norma hukum adalah serangkaian kaidah atau petunjuk hidup manusia yang dibuat oleh pejabat yang berwewenang, berisikan perintah ataupun larangan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang apabila melanggar akan dijatuhi sanksi oleh pihak yang berwewenang.
Contoh : Orang yang mencuri dan membunuh akan di jatuhi sanksi sesuai dengan perundang-undangan.
2.      Berdasarkan aspek-aspeknya.
Norma yang berlaku di masyarakat dapat dibagi menjadi 6 bagian bila melihat kepada aspek-aspeknya. Yaitu terdiri atas :
a.       Norma Agama
Adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar karena berasal dari Tuhan
b.      Norma Kesusilaan
Adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak
c.        Norma Kesopanan
Adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku wajar dalam kehidupan bermasyarakat
d.      Norma Kebiasaan
Adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk tentang perilaku berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan individu.
e.        Norma Hukum
Adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga tertentu misalnya pemerintah, sehingga dapat dengan tegas melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan tersebut
Pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagai pengontrol tingkah laku manusia, norma diciptakan sebagai patokan tingkah laku yang berbentuk kode-kode. Selain kode etik, norma juga memuat kode agama serta kode moral. Semua kode ini memuat segala aturan, termasuk sanksi atau hukuman bagi yang melanggar. Tingkah laku yang melanggar norma sosial dan mendapatkan sanksi atau hukuman, didalam Ilmu Sosiologi dikategorikan sebagai tingkah laku meyimpang.
Tingkah laku yang meyimpang adalah semua tingkah laku yang melanggar norma-norma penting dalam kelompok atau masyarakat, contoh hubungan seks pra nikah (extramarital sex), mengonsumsi narkoba, pencurian, pemerkosaan, menyontek, dll. Dapat berupa tindak kejahatan, bentuk kehidupan yang berlebihan serta sikap dan tingkah laku yang selalu bertentangan dengan warga masyarakat.

G.    Fungsi Norma Sosial
Norma memiliki fungsi tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa fungsi norma tersebut antara lain meliputi :
1.     Mengatur tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan nilai yang berlaku
2.     Menciptakan ketertiban dan keadilan dalam masyarakat
3.     Membantu dalam mencapai tujuan bersama
4.     Menjadi dasar dalam memberi sanksi kepada masyarakat yang melanggar
norma


H.    Pengajaran nilai dalam pendidikan ilmu sosial
Nilai berbeda dengan sikap. Nilai bersifat umum, mempengaruhi perilaku seseorang terhadap jumlah objek dan terhadap orang. Nilai (values) itu tidak berkenaan dengan sesuatu yang khusus. Inilah yang membedakan nilai dan sikap. Sikap biasanya berkenaan dengan yang khusus. Suatu nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah itu baik atau buruk, nilai juga menilik kelakuan seseorang. Orang mendapatkan niai dan orang lain dalam lingkungannya.
Nilai yang dianut seseorang tercermin dari sikapnya. Nilai bersifat utuh, merupakan sistem di mana semua jenis nilai terpadu saling mempengaruhi. Dengan kuat sebagai satu kesatuan yang utuh. Nilai juga bersifat abstrak. Oleh karena itu, yang dapat dikaji hanya indikator-indikatornya saja yang meliputi cita-cita, tujuan yang dianut seseorang, aspirasi yang dinyatakan, sikap yang ditampilkan atau tampak, perasaan yang diutarakan, perbuatan yang dilakukan serta kekuatiran yang dikemukakan (Kosasih Djahiri, 1985: 18).
Dalam pendidikan kita meyakini bahwa nilai yang menyangkut ranah afektif ini perlu diajarkan kepada siswa. Agar siswa mampu menerima nilai dengan sadar, mantap, dan dengan nalar yang sehat. Diharapkan agar para siswa dalam mengembangkan kepribadiannya menuju jenjang kedewasaan memiliki kemampuan untuk memilih (dengan bebas) dan menentukan nilai yang menjadi anutannya.
Mengajarkan nilai (value) lebih memerlukan “skill” dibanding dengan mengajarkan kepercayaan (belief) dan sikap. Kita tidak bisa menentukan bagaimana nilai itu beroperasi dalam dan anak sementara ia berbuat, atau bersikap terhadap sesuatu, padahal kita beranggapan bahwa “nilai” itu tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, dalam pendidikan nilai, guru tidak bisa segera mengambil kesimpulan mengenai hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Artinya, masih memerlukan waktu untuk menentukan apakah kegiatan belajar mengajarnya berhasil, kurang berhasil atau tidak berhasil, bagaimanakah nilai itu sendiri?
Pertama-tama, perlu diperhatikan bahwa pendidikan nilai harus ada kesesuaiannya dengan kehidupan di luar kelas. Kemudian, perlu diingat pula bahwa dalam pengajaran pendidikan nilai guru harus kreatif. Oleh karena itu, penyampaiannya tidak selalu harus mengacu kepada isi kurikulum yang tidak tertera dalam rancangan formal, misalnya dari pengalaman, dalam kehidupan sehari-hari. Nilai yang disampaikan adalah nilai yang esensial, sangat penting yang sangat berharga bagi kehidupan masyarakat. Dan tidak kalah pentingnya pula adalah pengajaran/pendidikan nilai harus bermula dari potensi anak menuju target pendidikan anak yang diharapkan. Tugas guru yang utama adalah meningkatkan tingkat kessdaran nilai pada anak, sadar bahwa ada sistem nialai yang mengatur kehidupan, sadar bahwa sistem nilai itu penting sekali bagi kehidupan manusia sehingga timbulkeinginan untuk memilikinya, bahkan merasa wajib untuk membina dan meningkatkannya, dan pada akhirnya yang bersangkutan berupaya untuk melakukannya dalam perbuatan sehari-hari.
Gross (1978:215) menjelaskan, bahwa hal yang sangat penting yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan IPS disegala tindakan dan jenjang pendidikan adalah pendidikan nilai atau pendidikan moral. Sebagian berpendapat bahwa pendidikan nilai diberikan kepada siswa dengan tujuan agar siswa sendiri mampu mengembangkan ukuran nilainya sendiri. Sebaian lagi berpendapat bahwa pendidikan nilai harus diberikan dengan tujuan siswa dapat menyesuaikan diri dengan tatanan nilai yang hidup dan dianut dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya, nilai senantiasa merupakan bagian dari kurikulum di sekolah. Kedua pendapat tersebut dapat dipadukan bahwa kita telah sepakat mengenai tatanan sistem nilai yang harus menjadi acuan kegiatan pendidikan IPS, pancasila, sementara dalam proses pendidikan kita mengembangkan kemampuan siswa agar dapat mengembangkan dan menemukan sendiri ukuran-ukuran nilai yang dihayati dengan sungguh-sungguh dan tentunya tidak akan menyimpang dari nilai-nilai luhur pandangan hidup bangsa kita. Para siswa diharapkan mampu memilih mana nilai positif mana nilai negatif, bahkan suatu saat nanti mereka dapat berkontribusi untuk perbaikan kehidupan masyarakat itu sendiri sesuai dengan tatanan sistem nilai budaya bangsa.
Menurut Ocha dan Jhonson (dalam Gross 1978:215) belajar nilai itu dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas. Cara yang efektif adalah dengan melalui “action learning model”, dengan menekankan pengajaran skill agar dapat berpartisipasi di dalam masyarakat. Yang penting bahwa siswa yang masih sangat remaja didorong untuk berperilaku sesuai dengan nilai yang dihayatinya. Proses belajar seperti ini berjalan sirkuter, tidak linear, artinya seseorang dapat saja menempati tahapan tertentu, tetapi di dalam lingkaran penahapan yang berulang.
Gagasan Ocha ini menunjukkan bahwa pendidikan nilai tidak harus menunggu kapan pelaksanaan pendidikan nilai dimulai. Setiap saat orang bisa melakukannya. Kohlberg secara singkat menjelaskan tentang bagaimana tumbuhnya kesadaran sebagai berikut (Joice dan Weil, 1972:125-127):
1.      Tingkat prekonvensional. Tingkat ini terdiri atas dua tahap:
1)      Tahap 1: tahap kepatuhan bukan atas dasar hormat kepada peraturan normal yang mendasarinya, melainkan karena takut hukuman.
2)      Tahap 2: pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang memenuhi kebutuhan sendiri, yaitu “jika anda baik kepadaku maka aku juga baik kepadamu”.
2.       Tingkat konvensional. Tingkat ini juga terdiri dari 2 tahap.
1)      Tahap 3: pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tingkah laku yangbaik adalah menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan mendapat persetujuan dari mereka. Agar menjadi “anak yang manis”.
2)      Tahap 4: tahap orientasi hukum dan ketertiban. Bertindak moral berdasarkan rasa hormat kepada pemegang otoritas (pemerintah, atasan, penguasa) serta peraturan-peraturan yang sudah pasti, dan berusaha memelihara ketertiban masyarakat.
3.       Tingkat pasca-konvensional, otonomi, berprinsip. Tingkat ini juga terdiri dari 2 tahap sebagai berikut.
1)      Tahap 5: tahap orientasi kontak sosial yang berdasarkan hukum. Telah tumbuh pandangan rasional, legalistik, serta menghargai kemaslahatan untuk kepentingan umum
2)      Tahap 6: tahap orientasi etika universal. Berbuat baik karena mengikuti suara hati nurani sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dilihatnya. Berdasarkan pertimbangan logis, universalitas dan konsistensi.
Tahap 1 dan 2 berkenan dengan umur anak antara 4 sampai 10 tahun, sedangkan tahap 3 dan 4 menginjak usia remaja, dan tahap 5 dan 6 menjelang dewasa. Siswa kelas 5 dan 6 ada dalam posisi antara tahap 3 dan 4. Hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam mengembangkan pendidikan nilai disekolah.
Manusia mengadakan penilaian terhadap sesuatu menggunakan budi nuraninya dibantu oleh indranya, akalnya, perasaannya, kehendaknya, dan keyakinannya.. kemampuan ini tidak sama pada setiap manusia, sehingga diperlukan diskusi untuk mencari titik-titik persamaannya. Kemampuan ini dapat dikaitkan dengan mater pelajaran IPS.
Cara mengevaluasi nilai:
Memberikan pertanyaan yang harus dijawab siswa, contohnya pendapat siswa tentang “persahabatan”.
Pertanyaannya:
1.      Apakah arti persahabatan itu bagi kamu?
2.      Jika kamu mendapat sahabat, apakah itu pilihan kamu atau diperoleh secara kebetulan?
3.      Bagaimana caranya kamu menunjukkan sikap persahabatan?
4.      Apakah penting mempertahankan persahabatan itu?
5.      Apakah persahabatan ada batasnya? Apa alasannya?

Mengevaluasi nilai itu juga bisa menggunakan teknik menilai diri, misalnya dengan perisai kepribadian. Cara ini sangat bersifat pribadi. Karena itu, apabila akan digunakan di kelas dan dijadikan bahan dialog tentang nilai antara guru dan siswa sebaiknya tanpa nama. Siswa mengisi beberapa pertanyaan tentang nilai yang berkenaan dengan nilai-nilai yang menjadi pilihan siswa, kekurangan diri sendiri, kebaikan yang dimilikinya, kebiasaannya, dan lain-lain.
Perisai kepribadian ini dikumpulkan guru, kemudian dikocok dan setelah guru membuat beberapa catatan, kemudian dikembalikan kepada siswa secara acak. Kemudian, diadakan diskusi tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Contoh perisai kepribadian:
(1)
Tuliskan menurut kamu nilai-nilai yang kamu ingin miliki
KEIKHLASAN MENJALANKAN PERATURAN
(2)
Tuliskan hal yang sangat mengikat anda sehingga tidak mungkin anda melanggarnya
MERUBAH KEWARGANEGARAAN
(3)
Tuliskan kebiasaan yang selalu anda lakukan
TAAT KEPADA PEMIMPIN
(4)
Tuliskan kebiasaan yang anda lakukan jika tugas sudah dilaksanakan
MENGERJAKAN SESUATU YANG BERMANFAAT
(5)
Tuliskan kebaikan yang anda miliki yang patut ditiru oleh orang lain
SETIA KEPADA NEGARA DAN BANGSA
(6)
Tuliskan keburukan yang anda miliki yang tidak patut ditiru oleh orang lain
SOK DISIPLIN, SOK PAMER, EMOSIONAL































DAFTAR PUSTAKA

(http://ssbelajar.blogspot.com/2013/04/fungsi-nilai-sosial.html)

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger Widgets