Teori Belajar Sosial



BAB I
TEORI BELAJAR SOSIAL

A.    Teori Belajar Sosial Menurut Albert Bandura
Teori belajar social ialah pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan dan kognisi sebagai factor dalam perkembangan. Teori pembelajaran social merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik).
Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat-isyarat perubahan perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard, S., 1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modeling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan, pertama pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain, contohnya: seorang pelajar meliohat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan orang lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negative saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisai tiruan sebagai model (Nur, M., 1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantara orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang ;lain sebagai model bagi dirinya.
1.         UnsurUtamadalamPeniruan (Proses Modeling/Permodelan)
a)        Fase Memperhatikan (attentional phase)
Fase ini merupakan dasar dari suatu proses pengamatan. Tidak adanya perhatian yang terpusat, sulit bagi individu untuk melakukan pengamatan dan pembelajaran secara intensif. Berkembangnya perhatian individu terhadap suatu obyek berkaitan erat dengan daya ingatnya. Bagi remaja tertarik dan menaruh perhatian terhadap perilaku model tertentu, akrena model tersebut dipandangnya sebagai yang hebat, unggul, berkuasa, anggun berwibawa. Selain itu, berkembangnya perhatian oleh adanya kebutuhan dan minat pribadi. Untuk menarik perhatian para peserta didik, guru dapat mengekspresikan suara dengan intonasu khas ketika menyajikan pokok materi atau bergaya dengan mimic tersendiri ketika menyajikan contoh perilaku tertentu. Semakin erat hubungannya antara kebutuhan dan minat perhatian, semakin kuat daya tariknya terhadap perhatian tersebut, dan demikian sebaliknya.
b)       Fase Menyimpan (retention phase)
Setelah fase memperhatikan, seorang individu akan memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut. Ini berarti individu mengingat dan menyimpan stimulus yang diterimanya dalam bentuk symbol-simbol. Menurut Bandura, bentuk-bentuk symbol tersebut tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual, tetapi juga verbalisasi. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya terbatas, maka kemampuan menirunya terbatas pada kemampuan untuk melakukan simbolisasi melalui pengamatan visual.


c)        Fase Memproduksi (reproduction phase)
Pada tahap reproduksi, segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi penghetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh membuat atau melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakan sarana post-test.
d)       Fase Motivasi (motivation phase)
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilkau belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang berfungsi sebagai reinforcement “penguatan” bersemayamnya segala informasi dalam memori peserta didik. Pada tahap ini, guru dianjurkan untuk member pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada peserta didik yang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting penguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini, ada baiknya ditunjukkan pula bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi atau perilkau tersebut.
2.         Ciri – ciriTeoriPemodelan Bandura
a)      Unsurpembelajaranutamaialahpemerhatiandanpeniruan
b)      Tingkahlaku model bolehdipelajarimelaluibahasa, teladan, nilaidan lain – lain
c)      Pelajarmenirusuatukemampuandarikecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
d)     Pelajarmemperolehkemampuanjikamemperolehkepuasandanpenguatan yang positif
e)      Proses pembelajaranmeliputiperhatian, mengingat, peniruan, dengantingkahlakuatautimbalbalik yang sesuai, diakhiridenganpenguatan yang positif
3.         Jenis – jenisPeniruan (modelling)
a)        PeniruanLangsung
          Pembelajaranlangsungdikembangkanberdasarkanteoripembelajaran social Albert Bandura.Cirikhaspembelajaraniniadalahadanya modeling, yaitusuatufasedimanaseseorangmemodelkanataumencontohkansesuatumelaluidemonstrasibagaimanasuatuketrampilanitudilakukan.Menirutingkahlaku yang ditunjukkanoleh model melalui proses perhatian. Contoh: Menirugayapenyanyi yang disukai.
b)       PeniruanTakLangsung
          PeniruanTakLangsungadalahmelaluiimaginasiatauperhatiansecaratidaklangsung.Contoh: Meniruwatak yang dibacadalambuku, memperhatikanseorang guru mengajarkanrekannya.
c)        PeniruanGabungan
          Peniruanjenisiniadalahdengancaramenggabungkantingkahlaku yang berlainanyaitupeniruanlangsungdantidaklangsung. Contoh :Pelajarmenirugayagurunyamelukisdancaramewarnaidaripadabuku yang dibacanya.
d)       PeniruanSesaat / seketika.
                 Tingkahlaku yang ditiruhanyasesuaiuntuksituasitertentusaja.
     Contoh :Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapitidakbolehdipakai di     sekolah.
e)        PeniruanBerkelanjutan
                 Tingkahlaku yang ditirubolehditonjolkandalamsituasiapapun.
                        Contoh :Pelajarmenirugayabahasagurunya.
Hal lain yang harusdiperhatikanbahwafaktor model atauteladanmempunyaiprinsip – prinsipsebagaiberikut :
1.    Tingkat tertinggibelajardaripengamatandiperolehdengancaramengorganisasikansejakawaldanmengulangiperilakusecarasimbolikkemudianmelakukannya. Proses mengingatakanlebihbaikdengancaraperilaku yang ditirudituangkandalam kata – kata, tandaataugambardaripadahanyamelihatsaja. Sebagaicontoh: Belajargerakantaridaripelatihmemerlukanpengamatandariberbagaisudut yang dibantucermindanseterusnyaditiruolehparapelajarpadamasa yang sama, kemudian proses meniruakanefisienjikagerakantaritadijugadidukungdenganpenayangan video, gambar, ataukaedah yang ditulisdalambukupanduan.
2.    Individulebihmenyukaiperilaku yang ditirujikasesuaidengannilai yang dimilikinya.
3.    Individuakanmenyukaiperilaku yang ditirujika model tersebutdisukaidandihargaisertaperilakunyamempunyainilai yang bermanfaat.
                 Teoribelajar social dari Bandura inimerupakangabunganantarateoribelajarbehavioristikdenganpenguatandanpsikologikognitif, denganprinsipmodifikasitingkahlaku. Proses belajarmasihberpusatpadapenguatan, hanyaterjadisecaralangsungdalamberinteraksidenganlingkungannya. Sebagaicontoh: Penerapanteoribelajar social dalamiklansabunditelevisi. Iklanselalumenampilkanbintang – bintang yang popular dandisukaimasyarakat, haliniuntukmendorongkonsumen agar membelisabunsupayamempunyaikulitsepertipara “bintang “.
     Motivasibanyakditentukanolehkesesuaianantarakarakteristikpribadipengamatdengankarakteristikmodelnya.Ciri – cirri model sepertiusia, status social, seks, keramahan, dankemampuan, pentingdalammenentukantingkatimitasi. Anak – anaklebihsenangmeniru model seusianyadaripada model dewasa. Anak – anakjugacenderungmeniru model yang samaprestasinyadalamjangkauannya. Anak – anak yang sangatdependencenderungimitasi model yang dependennyalebihringan. Imitasijugadipengaruhiolehinteraksiantaraciri model denganobservernya.
4.         Konsep-Konsep Penting dalam Kepribadian menurut Bandura
a)        Sistem Diri (Self System)
          Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:276) mengajukan sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang ia sebut dengan self-system, satu set proses kognitif yang individu gunakan untuk mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi prilakunya sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, individu tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan, tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement, pikiran, rencana, tujuan atau proses internal dari diri. Aspek kognitif yang aktif dalam diri individu sangat penting dalam pembelajaran. Selain berespon terhadap reinforcement langsung dengan mengubah prilaku di masa depan, orang dapat berpikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan. Individu dapat mengantisipasi konsekuensi yang mungkin akan timbul dari perilakunya sehingga mereka memilih tindakan berdasarkan respon yang dihadapkan dari lingkungan dan masyarakat.
          Walaupun teori pembelajaran klasik mengasumsikan bahwa prilaku seseorang berubah sepanjang waktu karena pengaruh langsung dari reinforcement dan hukuman melalui hubungan stimulus-respons, teori Bandura menyatakan bahwa pengaruh reinforcement sebelumnya akan terinternalisasikan dan perilaku berubah karena berubahnya pengetahuan dan ekspektasi seseorang (Friedman dan Schustack, 2008:276). Pendekatannya memberikan peranan penting pada apa yang disebutnya dengan “human agency”. Kapasitas seseorang untuk mengontrol perilakunya, dan juga mengontrol proses berpikir internal dan motivasinya. Pengetahuan bahwa prilaku tertentu (oleh orang lain atau diri sendiri), pada situasi tertentu, mendapatkan reinforcement  di masa lalu membuat individu berharap bahwa perilaku yang sama akan mendapatkan reinforcement pada situasi yang sama (atau serupa) di masa depan. Maka pendekatan ini menggunakan kekuatan pendekatan pembelajaran dan kognitif terhadap kepribadian.
b)       Efikasi Diri (Self Efficacy)
          Menurut Friedman dan Schustack, (2008:283) self-efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertenu. Self-efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Self-efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:283) menyatakan self-efficacy menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku kita di masa depan.
          Jika seseorang tidak yakin dapat memproduksi hasil yang mereka inginkan, mereka akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak. Sebagai contoh, dalam satu penelitian, para lulusan bisnis diminta menemukan dan menggunakan aturan manajerial untuk menstimulasi suatu organisasi. Sebagian partisipan diberi tahu bahwa keterampilan yang dibutuhkan bersifat bawaan jika Anda tidak memiliki keterampilan, Anda tidak bisa berhasil. Partisipan ini menurunkan ekspektasi hasil yang akan mereka raih dan tidak menunjukkan performa yang baik. Partisipan lain diberi tahu keterampilan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan latihan; para partisipan ini membuat target yang menantang dan mengembangkan strategi organisasi yang sukses.
          Menurut Friedman dan Schustack (2008:283) menyatakan,keyakinan tentang self-efficacy adalah hasil dari 4 jenis informasi, yaitu: (1) pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau perilaku yang serupa (kesuksesan dan kegagalan di masa lalu); (2) melihat orang lain melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience); (3) persuasi verbal (bujukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa); dan (4) apa perasaan kita tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional). 
          Bandura juga telah mempraktekkan konstruk self-efficacy dalam bidang kesehatan. Self-efficacy terkait dengan aspek fisiologis kesehatan. Orang yang tidak memiliki self-efficacy mengalami stress yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya. Self-efficacy juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung enggan mencoba.
c)        Regulasi Diri (Self Regulation)
          Menurut Friedman dan Schustack (2008:284) menyatakan, regulasi diri adalah proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri, menentukan target untuk diri mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target tersebut, dan memberi penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut. Konsep self-efficacy adalah elemen penting dari proses ini, yang mempengaruhi pilihan target dan tingkat pencapaian yang diharapkan.  Yang juga penting adalah skema yang individu miliki, yang mendasari bagaimana orang memahami dan berperilaku dalam lingkungannya. Konstruk regulasi diri menitikberatkan pada kontrol internal (interpersonal) perilaku kita. Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas terhadap banyak bidang, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bidang di mana pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana orang melatih kontrol perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatnya keberhasilan masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

5.         Prinsip-prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial
                 Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu:
a)             prinsip faktor-faktor yang saling menentukan;
b)            kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang;
c)             kemampuan berfikir kedepan;
d)            kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain;
e)             kemampuan mengatur diri sendiri;
f)             kemampuan untuk berefleksi (dalam Panen, 2005).

1)    Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan
                 Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya. Berikut ini dijelaskan interaksi berbagai faktor pembentuk sistem diri (self sistem) pada sebuah bagan (Gambar 2.2).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjY69m5zgf2oxBERTEUDrLzrcGUNxRp1mfpKQ8hxwRN0pZ7zZX9Zbt96l_z3Q4WgXCOx71fHYytDoH_1NmI1oZ9tAr6L9V6kOceXQCXrhYYs0S9atnee12sFzWs7y5vfw4sukRaErEjs4Jc/s320/nnnnnnnnnnnn.jpg
Gambar 2.2 Interaksi Berbagai Faktor Pembentuk Sistem Diri

Keterangan :
P    = Singkatan dari Personal atau kepribadian seseorang
B   = Singkatan dari Berhavior atau perilaku seseorang
E    = Singakatan dari Environment atau lingkungan luar
                 Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.Dalam teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif , perilaku ,dan lingkungan.
                 Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita.Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari hari.Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita.
                 Dalam skema diatas dapat kita lihat,bahwa antara behavioral, environment, dan perception sangatlah memberikan andil dalam proses pembelajaran sosial kita.
                 Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita,dan perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain.Begitu pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita.Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi – reaksi tersendiri dari individu tersebut.Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu untuk melakuka sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat , cermati , dalm lingkungan tersebut.
                 Kemudian reaksi – reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri,dan karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri dari orang lain.
                 Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita lihat dan reaksi – reaksi dari individu akan  memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.Persepsi timbul karena ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita.
                 Jadi antara behavioral, environment, dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori pembelajaran sosial.
                 Komponen – komponen tersebut salimg berhubungan antar komponen yang lain ,dan saling timbal balik, menerima dan memberi.Tidak akan tercipta pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan , individu , dan aksi reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada.
2)    Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3)    Kemampuan berpikir ke depan
                 Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.
4)    Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain
                 Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.
5)    Kemampuan mengatur diri sendiri
                 Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.
6)    Kemampuan untuk berefleksi
                 Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses.
B.     Teori Belajar Sosial menurut Vygotsky
Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interkasi dengan orang yang lebih tahu.
Secara singkat, teori perkembangan soisal berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intiny Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Pengetahuan terbentuk sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak. Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih kurang teridentifikasi secara jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan sifatnya lebih luas, logis, dan sistematis. Kemudian proses belajar adalah sebuah perkembangan dari pengertian yang lebih ilmiah.
Pengetahuan ilmiah terbentuk dari sebuah proses relasi anak dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini bergantung pada seberapa besar kemampuan anak dalam meangkap model yang lebih ilmiah. Dalam proses ini bahasa memegang peranan yang sangat penting. Bahasa sebagai alat berkomunikasi yang membantu anak dalam menyampaikan pemikirannya dengan orang lain. Dengan demikiandiperlukan sebuah penyatuan antara pemikiran dan bahasa. Seorang anak dalam masa pembelajarannya, idealnya harus mampu memvisualisasikan apa yang menjadi pemikirannya dalam bahasa. Ketika hal tersebut telah mampu terwujud itu berarti ia juga telah mampu menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk berbicara sendiri. Menurut Vygotsky seorang anak yang mampu melakukan pembicaraan pribadi lebih berpeluang untuk lebih baik dalam hubungan sosial. Bahasa adalah sebuah bentuk awal yang berbasis sosial. Pandangan Vygotsky ini berkonfrontasi dengan pPiaget yang lebih menekankan pada percakapan anak yang bersifat egosentris. Unsur yang perlu untuk dibahas lebih lanjut adalah mengenai kebudayaan dan masyarakat. Seperti sudah dikatakan pada awal penjelasan tadi, dalam teori Vygotsky, kebudayaan adalah penentu utama perkembangan individu. Kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa bentuk, seperti bahasa, agama, mata pencaharian, dan lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky terdapat tiga klaim besar. Pertama, bahwa kemapuan kognitif seorang anak dapat diketahui hanya jika dianalisis dan ditafsirkan. Kedua, kemampuan kognitif diperoleh dengan bantuan kata, bahasa, dan bentuk percakapan, sebuah bentuk alat dalam psikologi yang membantu seseorang untuk mentransformasi kegiatan mental. Vygotsky berargumen bahwa sejak kecil seorang anak mulai menggunakan bahasa untuk merencanakan setiap aktivitasnya dan mengatasi masalahnya. Ketiga, kemampuan kognitif berasal dari hubungan-hubungan sosial ditempelkan pada latar belakang sosiokultural.
C.    Faktor yangMempengaruhiSikapSosial
                        Menurut Prasetyo dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen: faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah” (Prasetyo, 1997 : 96).
1.      Faktor Indogen
                 Faktor indogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang dari dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor sugesti,  b) faktor identifikasi, dan c) faktor imitasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.

a)             Faktor Sugesti
        Dalam buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa: “Sugesti adalah proses seorang individu didalam berusaha menerima tingkah laku maupun prilaku orang lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu” (Nawawi, 2000 : 72).
        Dari pendapat ahli tersebut diatas, dapat dikatakan sugesti dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang sedangkan anak yang tidak mampu bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima keadaan orang lain, seperti tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa bekerjasama dengan orang lain dan sebagainya.
b)            Faktor Identifikasi
        Identifikasi dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain akan mempengaruhi perkembangan sikap sosial seseorang, seperti anak cepat merasakan keadaan atau permasalahan orang lain yang mengalami suatu problema (permasalahan)” (Nawawi, 2000 : 82).
        Menurut pendapat ahli tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha mengidentifikasikan diri dengan keadaan orang lain akan lebih mampu merasakan keadaan orang lain, daripada seorang anak yang tidak mau mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain yang cenderung mampu merasakan keadaan orang lain.
c)             Faktor Imitasi
          Imitasi dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih, gembira, dan sebagainya. Hal ini penting didalam membentuk rasa kepedulian sosial seseorang” (Purwanto, 1999 : 65). Sedangkan ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang meniru keadaan orang lain, akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang tidak mampu meniru keadaan orang lain” (Nawawi, 2000 : 42). 
          Dari kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam keadaan susah, senang aupun gembira.
2.       Faktor Eksogen
                 Faktor eksogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar dirinya sendiri. Dalam hal ini menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam bukunya Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yaitu: ” a) faktor lingkungan keluarga, b) faktor lingkungan sekolah dan c) faktor lingkungan masyarakat” (Soetjipto dan Sjafiodin, 1994 : 22).
a)      Faktor Lingkungan Keluarga
                 Keluarga merupakan tumpuan dari setiap anak,  keluarga   merupakan lingkungan yang pertama dari anak dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak, demikian pula sebaliknya. Dalam buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak memanjakan anak-anaknya dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi anak-anaknya” (Purwanto, 1999 : 89).
                 Dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak yang mendapatkan kasih sayang serta keluarga yang selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya merupakan peluang yang cukup besar didalam mempengaruhi timbulnya sikap sosial bagi anak-anaknya.
b)      Faktor Lingkungan Sekolah
                 Dalam bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti cara penyajian materi yang kurang tepat serta antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan yang kurang baik bagi siswa yang akhirnya mempengaruhi sikap sosial seorang siswa” (Ahmadi, 1996 : 65). Selanjutnaya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor lain di sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa yaitu tidak adanya disiplin atau peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal yang negatif ataupun tindakan yang menyimpang” (Nawawi, 2000 : 66).
                 Dari kedua pendapat ahli diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial siswa adalah cara penyajian materi, prilaku maupun sikap dari para gurunya, tidak adanya disiplin atau peraturan-peraturan sekolah yang betul-betul mengikat siswa.
c)        Faktor Lingkungan Masyarakat
                 Lingkungan masyarakat merupakan tempat berpijak para remaja sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari masyarakat. Anak dibentuk oleh lingkungan masyarakat dan dia juga sebagai anggota masyarakat, kalau lingkungan sekitarnya itu baik akan berarti sangat membantu didalam pembentukkan keperibadian dan mental seorang anak, begitu pula sebaliknya kalau lingkungan sekitarnya kurang baik akan berpengaruh kurang baik  pula terhadap sikap sosial  seorang anak, seperti tidak mau merasakan keadaan orang lain. Dalam buku Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Lingkungan masyarakat yang bisa mempengaruhi timbulnya berbagai sikap sosial pada anak seperti cara bergaul yang kurang baik, cara menarik kawan-kawannya dan sebaginya” (Sarwono, 1997 : 59). Selanjutnya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Pergaulan sehari-hari yang kurang baik bisa mendatangkan sikap sosial yang kurang baik, begitu sebaliknya dimana suatu lingkungan masyarakat yang baik akan mendatangkan sikap sosial yang baik pula terhadap anak” (Nawawi, 2000 : 45).Dengan demikian dari uraian dan pendapat ahli tersebut diatas, maka lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukkan sikap sosial seorang anak, begitu pula sebaliknya lingkungan masyarakat yang kurang baik akan menimbulkan sikap sosial yang kurang baik pula terhadap anak.


BAB II
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Teoribelajar social dari Bandura inimerupakangabunganantarateoribelajarbehavioristikdenganpenguatandanpsikologikognitif, denganprinsipmodifikasitingkahlaku.Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard, S., 1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modeling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Dalam proses pemodelan (modeling) terdapat 4 unsur, yaitu; (1) Fase Memperhatikan, (2) Fase Menyimpan, (3) Fase Memproduksi, dan (4) Fase Motivasi. Sedangkan Jenis-jenis peniruan meliputi; (1) Peniruan langsung, (2) Peniruan tak langsung, (3) Peniruan Gabungan, (4) Peniruan sesaat/seketika, dan (5) Peniruan berkelanjutan.
Konsep penting dalam kepribadian menurut Albert Bandura ada 3, yaitu sistem diri (self system), Efikasi diri (self efficacy), dan regulasi diri (self regulation).
Teori belajar sosial menurut Vygotsky terdapat tiga klaim besar. Pertama, bahwa kemampuan kognitif seorang anak dapat diketahui hanya jika dianalisis dan ditafsirkan. Kedua, kemampuan kognitif diperoleh dengan bantuan kata, bahasa, dan bentuk percakapan. Ketiga, kemampuan kognitif berasal dari hubungan-hubungan sosial ditempelkan pada latar belakang sosiokultural.


DAFTAR PUSTAKA





0 komentar:

Posting Komentar

Blogger Widgets